"Taman orang-orang Beriman"
Pengajian bulanan dibimbing oleh Ustad Drs. Anshori Hasyim, Pimpinan Pondok Pesantren Ashhabulrratib, Jl. H Asmawi Raya Gg Sukun RT 03 RW 015, Kel. Beji Kecamatan Beji, Kota Depok
Pengajian bulanan di Mushollah Nurul Iman, sampai saat ini telah melakukan kajian Kitab masyhur "Riyadhus Shalihin", buah karya Imam Nawawi. Pengajian pada setiap Shubuh hari Sabtu Minggu I, setiap bulan, berikutnya akan dilakukan pada 8 Maret 2014 di Musholla Nurul Iman RW 25 Abadijaya, Griya lembah Depok. Bagi yang berminat dapat hadir ke Musholla kami.
Seklumit Imam Nawai
Beliau adalah Yahya
bin Syaraf bin Hasan bin Husain An-Nawawi Ad-Dimasyqiy, Abu
Zakaria. Beliau dilahirkan pada bulan Muharram tahun 631 H di Nawa,
sebuah kampung di daerah Dimasyq (Damascus) yang sekarang merupakan ibukota
Suriah. Beliau dididik oleh ayah beliau yang terkenal dengan kesalehan dan
ketakwaan. Beliau mulai belajar di katatib (tempat belajar baca tulis untuk
anak-anak) dan hafal Al-Quran sebelum menginjak usia baligh.
Ketika berumur sepuluh
tahun, Syaikh Yasin bin Yusuf Az-Zarkasyi melihatnya dipaksa bermain oleh
teman-teman sebayanya, namun ia menghindar, menolak dan menangis karena paksaan
tersebut. Syaikh ini berkata bahwa anak ini diharapkan akan menjadi orang
paling pintar dan paling zuhud pada masanya dan bisa memberikan manfaat yang
besar kepada umat Islam. Perhatian ayah dan guru beliaupun menjadi semakin
besar.
An-Nawawi tinggal di
Nawa hingga berusia 18 tahun. Kemudian pada tahun 649 H ia memulai rihlah thalabul ilmi-nya ke Dimasyq dengan menghadiri
halaqah-halaqah ilmiah yang diadakan oleh para ulama kota tersebut. Ia tinggal
di madrasah Ar-rawahiyyah di dekat Al-Jami’ Al-Umawiy. Jadilah thalabul ilmi sebagai kesibukannya yang utama.
Disebutkan bahwa ia menghadiri dua belas halaqah dalam sehari. Ia rajin sekali
dan menghafal banyak hal. Ia pun mengungguli teman-temannya yang lain. Ia
berkata: “Dan aku menulis segala yang berhubungan dengannya, baik penjelasan
kalimat yang sulit maupun pemberian harakat pada kata-kata. Dan Allah telah
memberikan barakah dalam waktuku.” [Syadzaratudz
Dzahab 5/355].
Imam An-Nawawi adalah
seorang yang zuhud, wara’ dan bertaqwa. Beliau sederhana, qana’ah dan berwibawa. Beliau menggunakan banyak
waktu beliau dalam ketaatan. Sering tidak tidur malam untuk ibadah atau menulis. Beliau juga menegakkan
amar ma’ruf nahi munkar, termasuk kepada para penguasa, dengan cara yang telah
digariskan Islam. Beliau menulis surat berisi nasehat untuk pemerintah dengan
bahasa yang halus sekali. Suatu ketika beliau dipanggil oleh raja Azh-Zhahir
Bebris untuk menandatangani sebuah fatwa. Datanglah beliau yang bertubuh kurus
dan berpakaian sangat sederhana. Raja pun meremehkannya dan berkata:
“Tandatanganilah fatwa ini!!” Beliau membacanya dan menolak untuk membubuhkan
tanda tangan. Raja marah dan berkata: “Kenapa !?” Beliau menjawab: “Karena
berisi kedhaliman yang nyata.” Raja semakin marah dan berkata: “Pecat ia dari
semua jabatannya!” Para pembantu raja berkata: “Ia tidak punya jabatan sama
sekali.” Raja ingin membunuhnya tapi Allah menghalanginya. Raja ditanya:
“Kenapa tidak engkau bunuh dia padahal sudah bersikap demikian kepada Tuan?”
Raj apun menjawab: “Demi Allah, aku sangat segan padanya.”
Imam Nawawi
meninggalkan banyak sekali karya ilmiah yang terkenal. Jumlahnya sekitar empat
puluh kitab, diantaranya:
1. Dalam bidang hadits: Arba’in, Riyadhush Shalihin, Al-Minhaj (Syarah Shahih Muslim), At-Taqrib wat Taysir fi Ma’rifat Sunan Al-Basyirin Nadzir.
2. Dalam bidang fiqih: Minhajuth Thalibin, Raudhatuth Thalibin, Al-Majmu’.
3. Dalam bidang bahasa: Tahdzibul Asma’ wal Lughat.
4. Dalam bidang akhlak: At-Tibyan fi Adab Hamalatil
Qur’an, Bustanul Arifin, Al-Adzkar.
Kitab-kitab ini
dikenal secara luas termasuk oleh orang awam dan memberikan manfaat yang besar
sekali untuk umat. Ini semua tidak lain karena taufik dari Allah Ta’ala,
kemudian keikhlasan dan kesungguhan beliau dalam berjuang.
Pengajian dilakukan dengan metoda penyampaian materi kitab oleh Pembimbing, dilanjutkan dengan tanya jawab seputar materi bahasan. Sampai saat ini, pengajian masih membahas tentang keikhlasan.
Komentar
Posting Komentar